Belarasa: Merasakan yang Sahabat Rasakan
Minggu, 15 Maret 2015
Bacaan : Amsal 17 : 17 & Markus 6 : 30 – 44
Belarasa: Merasakan yang Sahabat Rasakan
Tema kita kali ini mengajak kita untuk kembali belajar berempati kepada sesama, dan bukan sekedar bersimpati. Berempati artinya ikut merasakan apa yang dirasakan sahabat, kawan, saudara dan/atau sesama dengan diikuti suatu tindakan nyata atas empati tersebut.
Bacaan Injil Markus di atas mengingatkan kita saat Tuhan Yesus merasakan apa yang sedang dialami orang banyak, yang seharian mengikutiNya, bahkan sudah menjelang malam pun, masih bersama Yesus dan murid-muridNya. Tentulah mereka, orang banyak itu, kelelahan, kelaparan, dan kehausan. Mereka memerlukan perhatian dan bantuan secara nyata di saat itu juga.
Tadinya, para murid menyarankan agar Tuhan Yesus, meminta orang banyak itu pergi ke kampung-kampung untuk membeli makanan bagi diri mereka. Tetapi bukan itu cara Tuhan Yesus berempati. Kalau Tuhan Yesus mengikuti saran para murid, maka Tuhan Yesus tidak merasakan susah payah orang banyak itu ke kampung-kampung, dan tidak ada tindakan nyata dari Tuhan Yesus maupun para murid. Sebaliknya, Tuhan Yesus memilih berempati dengan cara langsung, yakni memberi makan dan istirahat bagi orang banyak saat dibutuhkan, yakni saat itu juga. Meski pada akhirnya kita lihat mukjizatlah yang berbicara, tetapi di sini kita melihat juga bahwa, EMPATILAH yang terjadi, dan bukan sekedar SIMPATI. Empati selalu diikuti dengan tindakan nyata, tetapi simpati, tidak ada tindakan lebih lanjut apapun, dan sekedar ikut prihatin, atau penggembira saja.
Tidak mudah memang untuk berempati, tetapi Tuhan Yesus mendidik kita secara nyata. Tuhan Yesus tidak asal suruh saja, tetapi memberikan seorang penolong bagi kita, yakni Sang Roh Kudus, yang diam di antara kita, agar kita mampu berempati itu. Tuhan Yesus juga senantiasa mengingatkan kita dalam hal berempati ini, yang bisa kita baca melalui sabda-sabdaNya, seperti dalam Amsal 17: 17 di atas yang mengatakan bahwa: Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.
Dan perlu dicatat, bahwa berempati bukan hanya di saat sahabat atau saudara kita sedang kesusahan, tetapi bisa juga dalam hal kebahagiaan, seperti bisa kita baca di Roma 12:15, “Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis.”
Selamat belajar berempati. Tuhan memberkati. (GW).