Teaching
Komunikasi: Mendengarkan dan Berbicara
Minggu, 21 September 2014
Bacaan : Kejadian 3 : 8 – 13 & Yakobus 1 : 19 – 21
Komunikasi: Mendengarkan dan Berbicara
Dalam suatu seminar tentang karakter manusia, sang Fasilitator mengajukan suatu pertanyaan kepada para peserta seminar: “Indera mana dari Panca Indera manusia yang paling mula-mula berfungsi? Dan Indera mana yang paling terakhir berfungsi? “Banyak peserta yang menjawab; Indera penglihatan, ada pula yang menjawab penciuman, perasa, perabadan lain-lain. Ternyata jawabannya adalah Indera pendengaran.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa indera pendengaran itu sudah berfungsi sejak bayi (janin) masih dalam kandungan, itu sebabnya selagi bayi masih dalam kandungan (janin) disuruh mendengarkan musik. Demikian juga indera yang paling terakhir berfungsi adalah pendengaran; di kala orang dirawat di rumah sakit di mana seluruh indera sudah tidak berfungsi/kondisi koma, maka ketika dibisikkan sesuatu tiba-tiba orang tersebut meneteskan air mata. Hal ini membuktikan bahwa walaupun sudah tidak bisa melihat dan berbicara namun yang bersangkutan masih bisa mendengar.
Kita bisa belajar tentang pentingnya mendengar dari kisah-kisah di Alkitab. Sebagai contoh; Ishak mestinya tidak akan terkecoh oleh tipu muslihat Yakub anaknya seandainya dia mempercayai pendengarannya. “Kalau suara, suara Yakub; kalau tangan, tangan Esau.” (Kej. 27:22b). Selanjutnya Kisah Raja Saul yang ditolak oleh TUHAN, karena tidak mau mendengar apa yang difirmankan TUHAN melalui nabi Samuel, di sini Saul dicela dan ditolak TUHAN; “Mendengar itu lebih berharga dari korban bakaran”.
“Mendengar” yang dimaksud di sini adalah mendengarkan/“mendengar dengan hati” dalam istilah Bahasa Inggris “Listen” bukan “hear”. Seperti respon yang diberikan oleh nabi Samuel pada saat mendengar suara TUHAN; “Berbicaralah TUHAN sebab hambaMu siap mendengarkan”. Mendengarkan dengan penuh perhatian (empati) akan menghindarkan kita akan terjadinya kesalah-pahaman yang diakibatkan oleh salah persepsi/miscommunication.
Kekristenan itu hakekatnya adalah suatu hubungan/relationship antara TUHAN dengan umat tebusan-Nya. Semakin dekat/intim hubungan kita maka kita akan semakin peka terhadap suara-Nya, itu yang sering diistilahkan dengan “dengar-dengaran” Firman-Nya. Seperti pada bacaan kita: ”Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah” (Yakobus 1:19). Yang artinya bahwa kita harus cepat tanggap/quick response untuk melaksanakan Firman TUHAN sehingga kita tidak berhenti sebagai “pendengar” tetapi menjadi “pelaku” Firman. Dan mengendalikan diri untuk tidak mudah/cepat marah.
Marilah kita sebagai umat tebusan-Nya senantiasa mengucap syukur atas kebaikan TUHAN serta meningkatkan ketrampilan “mendengar dengan hati”, karena hal ini adalah awal dari Iman dan ketaatan pada TUHAN. Tuhan Yesus memberkati, Amin. (AHD)