Menjadi Teladankah Aku?
Minggu, 28 Desember 2014
Bacaan : Ulangan 6 : 4 – 9 & I Korintus 4 : 11 – 17
Menjadi Teladankah Aku?
Menurut sebuah penelitian, 75% proses belajar didapatkan lewat penglihatan dan pengamatan. Sementara 13% melalui indera pendengaran. Naluri “mencontoh” sangat kuat dan berakar dalam diri manusia. Berkat naluri ini, seorang anak belajar tentang cara hidup, tradisi, pola makan, cara memakai pakaian, cara berbicara dari ayah dan ibunya dan kemudian melakukannya. Manusia sepanjang umurnya, sedikit atau banyak, mencontoh orang lain. Di usia 1-6 tahun (golden age), anak-anak banyak menggunakan naluri ini. Di usia remaja, anak memiliki dua kecenderungan, yakni ingin punya idola dan intens dengan peer group-nya. Dengan demikian, ketika anak-anak dan remaja melihat perilaku orang tua, guru, idola dan peer group, sesungguhnya mereka sedang membentuk perilakunya sendiri di kemudian hari.
Ketaatan orang dewasa terhadap firman Tuhan amat ditekankan Allah kepada komunitas bangsa Israel. Demikian juga, rasul Paulus pun menunjukkan bagaimana ketaatannya terhadap kehendak Allah. Tutur kata, sikap dan tindakan orang dewasa yang jujur, anti korupsi, sederhana, rendah hati, solider, berani menyuarakan kebenaran dan berdaya juang tinggi amat penting sebagai teladan bagi generasi muda. Lihat, betapa pentingnya kita, orang dewasa, menjaga segala gerak-gerik di hadapan anak-anak kita. Bukan hanya di rumah dan gereja, namun juga di lingkungan manapun!
Namun keteladanan tersebut perlu ditindaklanjuti dengan tindakan sengaja, yakni mengajarkan kepada anak-anak secara intensif. Kita melakukan yang Tuhan ajarkan, dan kemudian kita mengajarkan apa yang kita lakukan! Paulus jelas mendorong jemaat untuk meneladani apa yang ia lakukan! Nah, persoalannya, untuk mengajarkan kepada anak kita membutuhkan kebersamaan intens bersama anak-anak! Memang dibutuhkan kuantitas waktu maupun juga waktu berkualitas! Jangan sampai orang tua sampai tidak punya waktu sama sekali dengan anak karena terlalu mementingkan kegiatan-kegiatan maupun relasi-relasi lain di luar keluarga. Sebaliknya, jangan sampai pula ketika ada waktu, kita malah sibuk dengan aktivitas pribadi. Kadang kita perlu ‘menyangkal diri’ dengan meletakkan kesenangan kita dan meluangkan waktu secara sengaja dengan anak-anak! Bandingkan dengan Ulangan 6:4-9, di mana pengajaran Firman Allah harus disampaikan berulang-ulang di mana pun tempat dan kesempatannya.
Ternyata, keteladanan melalui sikap dan tindakan juga harus disertai dengan tindakan sengaja, yakni proses pengajaran melalui dialog yang membangun, dialog yang juga memahami perasaan dan pendapat anak-anak! (OHP).