Pengakuan Sangat Mereka Butuhkan
Minggu, 27 Juli 2014
Bacaan : II Tawarikh 6 : 34 – 40 & Yohanes 8 : 2 – 11
Pengakuan Sangat Mereka Butuhkan
Saudaraku, apa yang muncul di benak Saudara saat melihat beberapa perempuan berdandan ‘seksi’ di tepi kegelapan malam sisi luar GOR kota Bekasi? Apa pula yang berkecamuk di hati Saudara tatkala berjumpa dengan pria berperilaku perempuan (‘waria’) di perempatan lampu merah MM? Juga ketika bertemu dengan mantan narapidana? Pun saat bersua dengan anak-anak jalanan di pinggiran jalanan? Mungkin rasa takut dan jengah. Ingin cepat-cepat menghindar. Mungkin pula muncul rasa iba. Ah, bisa jadi ‘nano-nano’, macem-macem rasa bergejolak.
Nah, seandainya Saudara turut melihat perempuan berzinah di bacaan Yohanes, bagaimana perasaan Saudara? PSK, waria, anak jalanan, mantan napi, dan juga perempuan berzinah memang cenderung dipandang sebagai kaum pinggiran, marjinal. Lalu apa salahnya jika perempuan berzinah itu memang harus dihukum? Bukankah dia memang bersalah? Lalu mengapa Yesus justru tidak menghukum dia? Apa maksud Yesus ketika menantang para ahli Taurat dan para Nabi supaya melempari perempuan tersebut dengan syarat mereka tidak berdosa? Ah, banyak pertanyaan nih!
Yesus prihatin terhadap dua hal. Pertama, kecenderungan menghakimi dengan sadis, memandang kaum marjinal penuh dosa sedang mereka sendiri merasa suci yang minim dosa. Yesus mengubah orientasi mereka agar menyadari keangkuhan diri dan ikhlas memaafkan perempuan tersebut. Cara berpikir menghakimi diubah menjadi mengasihi (kasih yang merengkuh namun juga menegur lembut) serta membimbing dengan hati. Kedua, perilaku diskriminatif terhadap kaum marjinal. Penghakiman mereka terhadap perempuan tersebut bukan semata karena kesalahannya (dimensi rohani) namun juga karena mereka memandang amat rendah kepadanya laksana ‘sampah’ yang tak layak hidup di masyarakat (dimensi sosial). Saudara bayangkan, di beberapa tempat, banyak PSK atau “waria” yang dianiaya dan ditindas oleh kelompok-kelompok tertentu. Mestinya, kalau pun tidak suka dengan perilaku tertentu dari kaum marjinal, kita tetap harus memperlakukannya secara humanis. Ketika kaum marjinal dianiaya, maka diskriminasi dinyatakan! Tantangan Yesus bukan berarti merestui kesalahan sang perempuan namun Yesus ingin mengajak mereka memperlakukan perempuan itu secara manusiawi. Jadi, entahkah orang lain berdosa atau tidak, janganlah diperlakukan secara diskriminatif. Ironisnya memang, ahli Taurat dan orang Farisi cenderung suka merendahkan kaum marjinal meski kaum tersebut tidak sedang melakukan kesalahan tertentu! Jadi, pertama-tama sebenarnya sudah ada motif pembedaan status sosial, baru kemudian distempel dengan alasan rohani.
Saudaraku, sadarkah bahwa jika kita menilik kedalaman batin kaum marjinal, banyak dari mereka yang sesungguhnya rindu pada Allah dengan batin menyeru? Sebagaimana kaum Israel yang rindu Allah dan kembali ke tanahnya dulu dalam bacaan pertama tadi. Oleh karena itu apapun dan bagaimanapun kehidupan mereka, mari kita pandang mereka sebagai manusia dan kita perlakukan secara manusiawi. Mereka memang membutuhkan makanan, uang, harta. Namun terutama, mereka membutuhkan sapaan bahwa mereka adalah sesama manusia seperti kita. (OHP)