Menu

Berbeda Tetapi Berani Bersatu

nobanner

unity-hands

Minggu, 29 Juni 2014

 

Bacaan  :   Yosua 6 : 15 – 20 & I Korintus 12 : 12 – 27

 

Berbeda Tetapi Berani Bersatu

 

Runtuhnya tembok Yeriko merupakan kerjasama yang terdiri dari seorang pemimpin (Yosua), tentara bersenjata, imam yang berdoa sambil diriringi pemusik yang meniup sangkakala tanduk domba, dan seluruh orang Israel yang bersorak (lih. ay. 5 dan 13). Tidak satu pun kalangan diabaikan dalam proyek besar ini. Entah ini sejarah atau kisah belaka, yang jelas, sebuah tindakan yang sifatnya gotong-royong dapat membuahkan hasil yang manis. Juga perlu diingat, kesuksesan ini juga tidak lepas dari peran perempuan sundal bernama Rahab yang tinggal di dalam tembok itu. Oleh karena itu, Yosua tidak terganggu oleh status Rahab, melainkan tetap menyelamatkan Rahab beserta orang-orang yang tinggal dengannya. Hal ini dilakukan karena jasa-jasa Rahab sesuai janji para pengintai utusan Yosua.

Sangat mungkin jika kita akan bersikap kritis dan bertanya, “Masakan perempuan sundal itu diselamatkan?” Kisah runtuhnya tembok Yeriko memang penuh teka-teki, namun itulah faktanya bahwa selalu ada hal atau orang berbeda dalam sebuah persatuan. Demikian pula pesan surat kepada jemaat Korintus yang mengingatkan bahwa di antara anggota tubuh Kristus, tak sekali pun kita diperbolehkan saling sikut, saling melemahkan, apalagi saling menjatuhkan. Berbeda itu mutlak, namun bersatu juga merupakan keniscayaan.

Sekarang kita boleh bertanya dalam hati kita, apakah kita telah berani bersikap seperti Yosua yang menerima kehadiran Rahab, orang asing sekaligus perempuan sundal di tengah-tengah bangsa Israel?(ay. 25)

Kegagalan mengelola perbedaan tidak hanya berisiko berkurangnya jumlah jemaat karena adanya rasa sakit hati dari anggota jemaat akibat benturan-benturan pendapat, namun juga menciderai hakikat gereja yang bertumbuh dari hakikat gereja yang merupakan kesatuan dari kemajemukan karunia rohani. Kegagalan tersebut bahkan sangat mungkin akan membawa jemaat pada perpecahan. Walau hal ini tampak jauh dari kondisi gereja kita, namun kisah Yosua dan petuah kepada jemaat Korintus mengingatkan kita akan bahaya serius tersebut.

Terakhir, terkait hiruk-pikuk Pilpres kali ini, kita melihat dalam persatuan para koalisi tidak terlepas dari perpecahan orang-orang dalam partai-partai. Dalam hal ini, para pemegang kebijakan partai yang sering kali gagal mengelola sikap politik yang berbeda dari anggota partainya. Kita masih bisa bernapas lega, sebab gereja memang bukan organisasi semacam partai yang cenderung selalu ingin seragam, dan saya yakin tidak akan pernah berubah menjadi partai. (DK)

Comments

comments