Cerdik dan Tulus Hati
Minggu, 12 Juli 2015
Bacaan : Keluaran 2 : 15 – 22 & Matius 10 : 16
Cerdik dan Tulus Hati
Saudara-saudaraku apakah yang muncul di dalam pikiran saudara ketika membaca kata “cerdik” dan kemudian membaca kata “tulus hati”? seringkali di dalam kehidupan ini kata cerdik diartikan sebagai kata yang menggambarkan bagimana seseorang memiliki banyak akal (tipu muslihtanya), licik, pandai menipu, suka mengakali orang lain dan kecerdikan pada firman Tuhan di dalam Matius 10: 16 diidentikan dengan ular, binatang yng kita kenal sebagai hewan licik (jelmaan iblis) dalam kasus Adam dan Hawa. Sementara kata tulus hati ialah kata yang menggambarkan seorang sungguh dan bersih hati (benar-benar keluar dari hati yang suci), tidak berpura-pura dan menggambarkan kejujuran. Ketulusan hati diidentikan dengan merpati, hewan yang sering digambarkan sebagai perwujudan Roh Kudus yang turun ketika Yesus dibaptis di Sungai Yordan. Pertanyaannya apa maksudnya kita harus cerdik seperti ular? Dan mengapa tidak cukup hanya ketulusan hati seperti merpati?
Injil Matius menegaskan bahwa kecerdikan yang dimaksud di sini bukanlah seperti cerdik di saat kita mengambil keputusan dalam memecahkan masalah keuntungan yang kita peroleh berada diatas kerugian di pihak orang lain. Artinya tindakan yang diambil dengan memanfaatkan kelemahan atau kebodohan (ketidaktahuan) orang lain. Misalnya seseorang ingin mendapatkan sesuatu (jabatan) dia mencari kawan untuk membantu atau mendukung usahanya itu. Berbagai bujuk rayu dilakukan. Tapi setelah maksudnya tercapai, orang yang mendukungnya tadi tidak dipedulikannya lagi, mereka merasa tertipu. Mungkin contoh yang lain akan mudah dijumpai dalam kehidupan kita.
Tetapi kecerdikan yang dimaksud ialah bagaimana kita memandang lebih jauh ke depan. Maksudnya belajar untuk melihat berbagai bahaya yang akan datang, kecerdikan memberikan arahan kepada kita di dalam melihat sekilas tentang eskatologis. Kecerdikan yang dimaksud ialah kecerdikan yang menyelamatkan kita dari kondisi dunia yang penuh dengan ‘serigala-serigala’ yang berada di mana-mana. Kecerdikan yang dimaksud ialah kecerdikan mempersiapkan diri menghadapi segala sesuatu yang akan kita hadapi. Karena, kita akan diterkam oleh ‘serigala-serigala’ jika kita tidak memiliki persiapan. Realita yang ada banyak keluarga-keluarga Kristen jatuh ke dalam dosa atas godaan-godaan iblis. Hal ini terjadi oleh karena mereka kalah cerdik dari iblis. Oleh karenanya dengan belajar kecerdikan orang Kristen bisa mengenal serta mendeteksi akan siasat-siasat iblis penggoda. Dengan kecerdikan ini orang Kristen berlatih untuk menang di dalam peperangan rohani melawan iblis.
Ketulusan Musa yang membantu Zipora dan saudara-saudaranya ketika dihalau oleh beberapa gembala dan ketulusan Musa yang kemudian membantu memberi kambing-domba merupakan suatu perbuatan ketulusan hati yang baik menjadi contoh bagi kita sekalian. Tulus membantu tanpa memandang siapa dia orang yang hendak kita bantu. Tulus ialah menggunakan talenta yang Tuhan berikan dalam menjalani kehidupan ini. Tulus ialah setia berada di jalan Tuhan, setia menjaga kekudusan, tulus adalah kejujuran.
Saudara, ada hal penting yang seharusnya kita perhatikan bersama. Bahwa sesungguhnya tidak hanya cukup dengan kecerdikan karena, orang yang cerdik kecenderungan untuk menuju kepada kelicikian semata sangat sering terjadi. Kita tidak hanya sedang berbicara mengenai ketulusan karena, ketulusan memiliki juga kelemahan. Banyak kita mengasihi tetapi terkadang tanpa kita sadari kita mengasihi orang tersebut untuk menjadi lebih buruk. Kita tulus memberi tanpa sadar dan melihat bahwa kita sedang ‘memanjakan’ orang yang masih bisa untuk berusaha. Saudara, kita belajar menjadi umat yang cerdik di dalam bersiaga terhadap iblis dan godaannya termasuk di dalamnya kita belajar ketulusan namun cerdik dalam melihat. Kecerdikan hendaknya membantu kita menggunakan ketulusan hati dengan bijak dan berhikmat.
Jadilah umat yang cerdik mengalahkan iblis bukan iblis yang cerdik mengalahkan kita. Jadilah umat yang menggunakan ketulusan dengan cerdik ‘melihat’, tidak dengan ketulusan yang ‘membutakan’. (TD)