Menu

MELEPAS MAAF

nobanner

I'm here for youMinggu, 17 September 2017

 

Bacaan: Kejadian 50:15-21 & Matius 18:21-35

 

 

MELEPAS MAAF

 

(1) Saat ketemu dengan kedua pembunuh anaknya yang berbeda keyakinan, Ibu Elizabeth (ibunda Ade Sara) berkata sambil tersenyum: “Ibu tidak dendam pada kalian, kalian masih boleh panggil saya mama, dan saya percaya setelah kalian menjalani hukuman, kalian akan menjadi anak-anak yang baik.”Saat diwawancara wartawan saat Misa Requiem, Ibu Elizabeth berkata: “saya tidak punya hak untuk menghakimi, benci dan dendam pada pembunuh anak saya, karena saya percaya ini jalan terbaik dari Tuhan untuk anak saya.” (Jakarta 10 Maret 2014.)

(2) “Mau nyerang silakan, mau ngejek silakan. Toh, masyarakat sudah bisa menyaring mana yang benar dan mana yang tidak benar. Mau dukung silakan, mau tidak dukung silakan. Aku rapopo, aku rapopo, he-he-he,” kata Jokowi, di Balaikota Jakarta, Senin (24/3/2014).

(3) “Saya tahu tidak mudah bagi Saudara menerima kenyataan seperti ini, apalagi saya. Tetapi saya telah belajar mengampuni dan menerima semua ini,” kata Vero membacakan surat Ahok, Rabu (23/5/2017). “Jika untuk kebaikan kita dalam berbangsa dan bernegara,” kata Vero (isteri Ahok).

Ketiga paragraf di atas adalah cuplikan ungkapan langsung dari individu-individu yang sempat viral beberapa waktu yang lalu. Mereka telah menunjukkan contoh sikap “legawa” dalam melepas maaf, menerima perlakuan orang(-orang) yang merugikan, atau bahkan menyiksa batinnya. Sebenarnya sangatlah wajar bila beliau-beliau merespon dengan memberikan balasan (baca: “hukuman”) kepada para pelakunya, namun mereka memilih untuk tidak melakukannya.

Memaafkan memang bukanlah hal yang mudah; gampang mengucapkannya, tapi sulit menjalankannya, karena hal itu melawan kecenderungan naluriah manusia. Mengampuni berarti tidak membalas setimpal atas perbuatan yang salah (baca: “jahat”). Konsekwensi mengampuni adalah menerima kenyataan pahit,karena tak mendapatkan keadilan yang seharusnya. Meskipun demikian, mengampuni bukan berarti membenarkan ketidakadilan, menyetujui dosa. Manusia dianugerahi kapasitas memori untuk mengingat. Oleh karena itu, pengampunan tak serta-merta menghapus ingatan, terlebih terhadap perbuatan yang menyakitkan. Oleh karenanya, sikap/perlakuan buruk, kesalahan dan/atau kejahatan yang telah ditimpakan tak selamanya dengan mudah dilupakan.

Mengampuni bukan hanya peristiwa dihati, atau sebatas ucapan di bibir, namun harus mewujud dan ditampakkan dalam bentuk sikap dan perbuatan, tanpa syarat. Seperti yang dilakukan oleh Yusuf kepada saudara-saudaranya. Tetapi Yusuf berkata kepada mereka: “Janganlah takut, sebab akui nikah pengganti Allah? 50:20 Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadapaku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar. 50:21 Jadi janganlah takut, aku akan menanggung makanmu dan makan anak-anakmu juga.” Demikianlah ia menghiburkan mereka dan menenangkan hati mereka dengan perkataannya. (Kej. 50:19-21

Di saat-saat menjelang kematian-Nya di kayusalib, Tuhan Yesus menunjukkan kasih-Nya kepada mereka yang telah menyesah dan menyiksa-Nya. Ia memohon kepada Bapa-Nya agar mengampuni mereka semua. Tuhan Yesus tidak memen dam kepahitan atau kemarahan, apalagi menyimpan dendam. Oleh karenanya, sudah seharusnya anak-anak Tuhan memperlihatkan kepada dunia bukti pengampunan yang sepenuh hati kepada sesama. Bila kita berat hati dan/atau tak rela mengampuni, Bapa Sorgawi juga akan melakukan hal yang sama kepada kita. “Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.” Pengampunan dan cinta-kasih adalah inti iman Kristen.(Mat. 18:35).

Comments

comments